S O A L :
Bolehkah perempuan mandi dari janabat atau haidl atau nifas, tiada dengan membasahi rambutnya ?
Bolehkah perempuan mandi dari janabat atau haidl atau nifas, tiada dengan membasahi rambutnya ?
J A W A B :
Dari hal urusan membasahi rambut bagi perempuan yang tersebut, ‘ulama’ ‘ulama’ fiqh bertentangan menjadi beberapa firqah. Firqah yang pertama membilang, bahwa perempuan yang tersebut itu wajib membasahi sekalian rambutnya, dan tiada boleh ketinggalan satupun rambut yang tiada kebasahan. Dan firqah yang kedua ada membilang, tiada kewajiban bagi perempuan itu membasahi sekalian rambutnya, tetapi cukup dengan menuang tiga kali di atas kepalanya, dan tidak ada kewajiban pula membuka sanggul kepalanya tatkala ia mandi.
Dari hal urusan membasahi rambut bagi perempuan yang tersebut, ‘ulama’ ‘ulama’ fiqh bertentangan menjadi beberapa firqah. Firqah yang pertama membilang, bahwa perempuan yang tersebut itu wajib membasahi sekalian rambutnya, dan tiada boleh ketinggalan satupun rambut yang tiada kebasahan. Dan firqah yang kedua ada membilang, tiada kewajiban bagi perempuan itu membasahi sekalian rambutnya, tetapi cukup dengan menuang tiga kali di atas kepalanya, dan tidak ada kewajiban pula membuka sanggul kepalanya tatkala ia mandi.
Diuraian ini
kami akan terangkan alasan-alasan yang digunakan oleh satu-satunya firqah ; dan
mana yang dalilnya itu shahih akan kami terangkan sahnya, dan yang tidakpun
akan kami terangkan. Inilah keterangannya :
Pendapat
firqah pertama :
Kami
berpendapat, bahwa perempuan yang mandi janabah, atau haidl, atau nifas itu,
wajib membasahi sekalian rambutnya dengan sempurna, tidak boleh kurang,
walaupun satu rambut. Adapun yang kami buat alasan ialah Hadiets yang tersebut
di bawah ini :
Artinya :
Telah berkata ‘Ali bin Abi Thalib : Saya pernah dengar Ra.srilullah s.a.w.
bersabda : ,,Barang siapa membiarkan satu ternpat rambut yang berjanabah dengan
tiada kena air, maka Allah akan berbuat kepadanya begini dan begini dari
neraka. (yakni disiksa) ” Berkata ‘Ali : Maka lantaran itu, saya memotong rambut saya.
(H.R. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
(H.R. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Hadiets ini
sudah disahkan oleh imam Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqallani, pengarang kitab
Fat-hulBari.
Ada lagi Hadiets :
Artinya :
Telah berkata Abu Hurairah : Rasulullah s.a.w. pernah bersabda : „Tiap-tiap
rambut ada berjanahah. Lantaran itu basahilah rambutmu, dan bersihilah
kulitmu”.
(H.R. Abu Dawud, Turmudzi, Baihaqie).
(H.R. Abu Dawud, Turmudzi, Baihaqie).
Hadiets yang
kesatu dan kedua itu perintah kepada orang lslam lelaki dan perempuan, apabila
mandi janabah supaya membasahi mana-mana yang dinamakan rambut, dan janganlah
sampai ada satupun yang tiada kebasahan, agar supaya selamatlah dari pada
ancaman Allah yang telah diterangkan oleh Hadiets yang kesatu tadi.
Adapun
perempuan, maka supaya membuka sanggulnya agar bisa basah semua rambutnya. Dan
perempuan yang berhaidl itu tidak ada bedanya dengan yang berjunub di tentang
mandi. Lihatlah Hadiets yang di bawah ini :
Artinya :
Telah berkata Anas, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda : „Apabila
perempuan mandi dari haidlnya, supaya ia mernbuka rambutnya sama sekali dan
mencucinya dengan khitmi dan usynan 2″.
(H.R. Daraquthni dan Baihaqie).
(H.R. Daraquthni dan Baihaqie).
Dan
perempuan yang bernifas itu diperintah oleh Rasulullah supa,ya mandi.
Artinya :
Telah berkata ‘Aisyah : Asma’ binti ‘Umais melahirkan Muhamrnad bin Abi Bakar
di (tempat yang bernama) Syajarah, kemudian Rasulullah s.a.w. perintah kepada
Abi Bakar menyuruh dia mandi, dan kemudian menjalankan ihram.
(H.S.R. Muslim, Ibnu Majah dan Abu Dawud).
(H.S.R. Muslim, Ibnu Majah dan Abu Dawud).
Dan sudah
tentu saja, bahwa mandinya perempuan yang bernifas itu, sebagaimana mandinya
perempuan yang berjunub dan berhaidl.
Sekianlah keterangan kami.
Pendapat
firqah kedua.
Kami tidak
cocok sama sekali dengan sekalian yang diuraikan oleh fihak pertama, oleh
karena keterangan mereka itu tidak memuaskan bagi orang yang mencari kebenaran
dan ke-inshafan, lantaran disebabkan dari alasan-alasan mereka itu ada yang
lemah yang tidak boleh dibuat hujjah dan bukti, dan ada pula yang tidak cocok
buat meneguhkan pendirian mereka.
Perhatikanlah
bantahan kami terhadap kepada alasan-alasan mereka dan faham mereka seperti
yang tersebut di bawah ini :
A). Alasan
mereka dengan Hadiets yang pertama yaitu : „Barangsiapa membiarkan sesuatu
tempat rambut yang berjanabah dengan tidak kena air, maka Allah akan berbuat
kepadanya begini dan begini dari neraka”.
Maka imam Ibnu Hajar Al-’Asqallani berkata tentang Hadiets ini, dengan perkataan
Artinya : Isnad Hadiets ini shahih.
Maka imam Ibnu Hajar Al-’Asqallani berkata tentang Hadiets ini, dengan perkataan
Artinya : Isnad Hadiets ini shahih.
Kami berkata
: Bahwa kami tidak setuju sama sekali dengan apa yang telah dikatakan oleh imam
Ibnu Hajar, karena Hadiets itu sudah menjadi pembicaraan yang menjatuhkannya
disebabkan, bahwa di dalam isnadnya ada terdapat tiga orang yang tidak boleh
dipercaya, yaitu ‘Atha’, Hammad, Zadzan,
demikianlah
menurut katanya imam Nawawi pengarang kitab Majmu’ Syarhil-Muhadzdzab, dan
lain-lainnya daripada ‘ulama’ Ahlul-Hadiets. Maka dari itu tertolaklah Hadiets
ini daripada jadi alasan.
B). Alasan
mereka dengan Hadiets yang kedua, yaitu : „Tiap-tiap rambut berjanabah ; lantaran
itu basahilah rambutmu, dan bersihilah kulitmu”.
Kami
mengakui, bahwa Hadiets ini diriwayatkan oleh tiga imam, yaitu Abu Dawud,
Turmudzi dan Baihaqie. Tetapi mereka itu tiada menerangkan hal penyelidikan
mereka tentang isnadnya Hadiets itu.
Kami berjumpa
di dalam isnadnya seorang yang bernama Harts bin Wajih.
Dia
dilemahkan oleh sekalian penganjur ‘ulama’ Ahlul-Hadiets, lebih-lebih ketiga
imam yang meriwayatkan Hadiets yang tersebut.
Pendeknya,
kami berkata, bahwa tidak ada Hadiets yang serupa ini yang sah dari Rasulullah
s.a.w.
Adapun
Hadiets yang tersebut di bawah ini :
Artinya :
Telah berkata Hasan : Saya pernah diberi khabar, bahwa Rusulullah s.a.w. itu
ada pernah bersabda : Tiap-tiap rambut ada janabah. Lantaran ilu basahilah
rambutmu, dan bersihllah kulitmu.
(H.R. Sa’id bin Manshur).
(H.R. Sa’id bin Manshur).
Namanya
mursal 3 oleh karena Hasan itu dari golongan tabi’ien. Jadi sudah tentu saja
jikalau ia meriwayatkan Hadiets daripada Nabi s.a.w. dengan tiada perantaraan
Shahabat, tertolaklah riwayatnya, oleh karena tidak bisa jadi ia riwayatkan
Hadiets daripada Nabi s.a.w., padahal dia dilahirkan dimasa Tabi’ien yang
paling terakhir, malahan belum pernah ia mendengar riwayat Hadiets dari seorang
Shahabatpun.
Maka dari
itu, sekalian ‘ulama’ Ahlul-Hadiets telah cocok dan akur atas melemahkan
mursalnya Hasan.
C). Adapun
alasan mereka dengan Hadiets yang ketiga, yaitu :
Telah
berkata Anas : Bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda : „Apabila perempuan
mandi dari haidlnya, supaya membuka rambutnya sama sekali dan mencucinya dengan
khitmi dan usynan”.
Hadiets ini
diriwayatkan oleh imam Daraquthnie dan Baihaqie daripada jalan Muslim bin
Shabieh dari Hammad bin Salamah. Dan Muslim itu apabila berlainan dari
orang-orang lain tentang meriwayatkan Hadiets, maka tertolaklah riwayatnya. Di
sini ia meriwayatkan Hadiets yang berlainan dengan lain-lain nya, yaitu ia
telah meriwayatkan Hadiets, bahwa Rasulullah s.a. w. menyuruh perempuan,
apabila hendak mandi dari haidl itu, supaya membuka rambutnya, padahal
lain-lainnya itu meriwayatkan tidak sama dengan demikian. Lantaran itu, riwayat
si Muslim tidak diterima ‘ulama’ Ahlul-Hadiets, dan lebih-lebih dia itu
meriwayatkan Hadiets tadi dari Hammad, padahal si Hammad itu sudah terkenal
kelemahannya.
Kami merasa
heran, mengapa fihak yang pertama itu, me¬riwayatkan Hadiets yang ketiga tadi
diambil mana yang berhu¬bungan dengan mandi haidl saja, dan sambungannya yang
ber¬hubungan dengan mandinya siperempuan janabah, tidak disebutkan ?
Inilah terusannya Hadiets yang tersebut.
Inilah terusannya Hadiets yang tersebut.
artinya: :
Maka apabila (perempuan) mandi dari janabah supaya menuang air di atas (rambut)
kepalanya, kernudian dia memerasnya.
Jadi, kalau
begitu, Hadiets yang tersebut itu memerintah, supaya membuka rambut apabila
mandi dari haidl, dan tidak usah apabila cuma mandi dari janabah saja, tetapi
oleh karena Hadietsnya tidak sah, jadi tidak boleh dibuat hujjah.
Dan sekarang
kami akan menunjukkan fasal cara-cara mandi perempuan dari haidl dan janabah.
Inilah
keterangannya :
Artinya :
Telah berkata ‘Aisyah : Bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda kepadanya diwaktu ia
berhaidl : “Bukalah rambutmu, kemudian mandilah”.
(H.S.R. Abu Dawud, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, Nasai dan Ahmad).
(H.S.R. Abu Dawud, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, Nasai dan Ahmad).
Hadiets ini
tidak terang menunjukkan, bahwa mandi dari haidl itu wajib bagi perempuan
supaya membuka rambutnya, tetapi cuma menunjukkan, bahwa membuka rambut itu
hukumnya utama saja.
Inilah
menurut pendapat sebagian ‘ulama’ madzhab imam Ahmad bin Hanbal dan kebanyakan
‘ulama’-'ulama’ Ahlul-Fiqh. Dan mereka itu ada beralasan dengan Hadiets yang
tersebut dibawah ini :
Artinya :
Telah berkata Ummu Salamah kepada Nabi s.a.w. : Saya ini seorang perempuan yang
menyanggul rambutku. Lantaran itu apakah mesti saya membuka sanggul itu bagi
(mandi) haidl dan janabat ? Sabda Rusul : „Tidak usah, rnelainkan cukuplah
engkau menyiram kepalamu tiga kali, engkau bisa jadi bersih”.
(H.S.R. Muslim).
(H.S.R. Muslim).
Dan lagi
Hadiets :
Artinya :
Telah berkata Ubaid bin ‘Umair : Telah sampai (kha¬bar) kepada ‘Aisyah, bahwa
‘Abdullah bin ‘Amr ada perintah kepada perernpuan-perempuan, apabila mereka
mandi supaya membuka sanggul mereka, kemudian beliau berkata : Heran sekali
bagi Ibnu ‘Amr ! Ia perintah perempuan-perempuan, apabila mandi supaya membuka
sanggul mereka, apakah dia tiada menyuruh mereka supaya mencukur kepala mereka
? Sungguh saya pernah mandi beserta Rasulullah s.a.w. dari satu bijana, dan
saya tiada menuang (air) atas kepala saya, lebih daripada tiga tuangan.
(H.S.R. Ahmad dan Muslim).
(H.S.R. Ahmad dan Muslim).
Hadiets ini
dan yang sebelumnya, menerangkan dengan tegas, bahwa mandinya perempuan dari
haidl atau janabah itu, tidak usah dengan membuka sanggulnya, asal saja sudah
menuang air atas kepalanya tiga kali.
Dan ada pula
Hadiets yang membantu :
Artinya :
Telah berkata Tsauban, bahwa mereka (shahabat) pernah bertanya kepada Nabi
s.a.w. (tentang cara-cara mandi janabat). Maka Nabi bersabda : “Adapun orang
lelaki, muka supaya merebang rambutnya, kemudian dicucinya sehingga sampai ke
pangkal-pangkal rambutnya ; dan adapun perempuan, maka tidak ada halangan
jikalau tidak tembuka sanggulnya.
(H.R. Abu Dawud).
(H.R. Abu Dawud).
D). Adapun
perempuan yang sudah bersih daripada nifasnya, maka wajiblah baginya mandi.
Inilah dalilnya daripada sabda Nabi s.a.w. :
Artinya :
Telah berkata Abud-Darda’ dan Abu Hurairah, bahwa Rasululldh s.a.w. pernah
bersabda : „Perempuan yang nifas itu, perlu tunggu empat puluh hari, kecuali
kalau ia bersih sebelum itu, maka jika sudah sampai empat puluh hari, tetapi
belum juga berhenti, hendaklah ia mandi.
(H.R. Ibnu ‘Adie).
(H.R. Ibnu ‘Adie).
Dan cara
mandi dari nifas itu, tidak ada bedanya dengan mandi dari haidl atau janabah.
Maka siapa yang berkata, bahwa mandinya itu ada berlainan dari yang tersebut,
kami mengharapkan sudi ia menunjukkan dalilnya dan kami akan terima dengan
senang hati.
Md. Mm.
Soal Jawab 1 : 63-69 cet XI Diponegoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar